Puisi- Perahu Peradaban

0
Mutiara di matamu
Semakin redup dan palsu
Hanya itu

Setapak jalan yang engkau lalui
Jauh musim ditelan bumi
Berharap kidung sunyi tetap bersemi

Di antara engkau dan aku ada dinding tebal
Kita ciptakan itu usai menempuh perjalanan yang  terjal
Tingginya menjulang ke langit tanpa aral

Aku menggigil di pelukan malam
Saat kau hilang kabar bersama kelam
Tiada jejak mengikuti mentari terbenam

Siapa sangka gerak tak lagi lincah seperti dulu
Membaca keheningan tak setajam paku
Urat-urat mulai kendor tiada daya dalam temu

Sekarat menciptakan risau seribu bahasa
Menerangi siang dalam keadaan bercahaya
Mengejar waktu yang kabur melewati masa

Sekeping asa untuk berjalan di atas perahu peradaban
Membawa bekal puisi dengan lauk ikan pengalaman
Menembus badai kehidupan dengan otak kelaparan

Mari kita rasakan asinnya garam lautan
Ketika tiada gula-gula untuk bertahan
Dan menyesap arti kegelapan dalam kebingungan


Engkau akan merasakan hatimu tertinggal sendiri
Sementara keadaan mulai menyadari
Bahwa keyakinan haruslah beradaptasi

Mimpi-mimpi indah dalam kepolosan
Terjun ke bawah dasar laut membelah mutiara harapan
Sirna terbawa angin ribut kepalsuan

Sayap-sayap yang dulu tumbuh dan bersemi indah 
Kini retak oleh amukan malam gundah
Diterkam badai sampai akhirnya patah

Pesona luntur bagai lumpur di taman anggur
Tiada lagi amunisi karena kalah tempur
Hanya bisa melihat dari jauh dan tersungkur

Kemana hilangnya nilai-nilai itu?
Semua tampak berubah tak seperti dulu
Hanya ada bekas yang pergi tanpa rasa malu

Jalan-jalan telah mulus untuk dilalui
Bahkan aliran sungai bersih nan jernih seperti jati diri
Masalalu tak akan pernah menghalangi

Musim berganti, namun hati tetap sama
Tiada yang berharga selain kata maaf sebagai harta
Apalah arti butiran debu diteras megah penuh warna

Desir angin malam menjadi saksi bisu sebuah perjalanan panjang
Di mana setiap makhluk menutup mulut kian menghilang
Suara-suara berisik mulai tergantikan bayang-bayang

Sampai detik ini, engkau masih berada dalam trauma kisah yang telah usai
Meminang luka dengan ujaran kebencian tak pernah selesai
Sampai Tuhan rela kita harus berjalan dalam damai

Separuhnya telah engkau ambil dan lupa berbagi
Terpaksa menyudutkan dan menghilangkan saksi
Walaupun semua telah sepakat mengampuni

Kita terbujur kaku dalam gempuran ombak 
Tak berdaya melawan arus deras yang galak
Bahkan engkau menyatakan kematian pada tubuh yang masih bergerak

Malam semakin larut
Kita masih belum takut
Bermain dengan maut

Setelah semua yang kita lewati bersama
Ada yang tumbuh tapi bukan padi, namun luka
Dimana obat tak lagi bisa menyembuhkannya

Aku dan engkau telah menciptakan garis kehidupan
Dimana Syurga tak lagi mempertemukan
Walaupun kita sama-sama diuntungkan

Rasa bersalah telah hilang dan bias
Karena kita sama-sama impas
Catatan kemudian adalah tentang rasa yang bebas

Tujuan yang aku buat semuga bukan tujuanmu
Agar kelegaan ini sampai sepanjang waktu
Tanpa harus berujung pilu

Madura,18 Oktober 2022






Post a Comment

0 Comments

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*

To Top