Tersedot tinta hitam yang mengintai
Ada saja teluk mencari peradaban
Ruam hangatnya hati mengutarakan
Tentang kehidupan nona padang pasir
Dengan sentuhan maskara kebohongan
Muara surut dilanda kekeringan
Sementara hujan terus menjauhinya
Tanah tandus merindukan siraman rohani
Alam yang menyiksa seorang petani
Berdiam dalam lumpur pengasingan
Menjerit meratapi nasib di atas ketajaman jarum
Tertawakan zaman yang berputar-putar
Mencari arah anak panah menuju ke mana
Sedang mereka duduk bersantai menikmati senja
Tubuh kurus dimakan tanah
Pucat pasi menahan rasa lapar
Dunia gelap tanpa satu penerangan
Kejujuran hanyalah sampah di tengah keangkuhan
Tertutup rapat tanpa jalan keluar
Sementara waktu semakin tak bersahabat
Di tengah kepulan asap dapur yang pengap
Ada perut yang harus diisi dengan sebutir beras
Atau mati meninggalkan seribu tunggakan
Memori usang menjadi bumerang
Tak semua yang disuka harus menyuka
Saat tampang sang penguasa sudah muram
Bertutur tanpa meninggalkan jalur
Sementara jembatan akal semakin tumpul
Yang tersisa hanyalah harapan yang sia-sia
Berlindung pada pelukan Tuhan
Saat iblis senantiasa menguasai hati
Tinggallah ratapan anak yatim dengan ayah ibu
Dada berkobar menantang perang
Tanpa perduli lagi siapa yang harus menang
Dengan beberapa janji yang harus ditepati
Madura, 7 Agustus 2022